Selasa, 23 Oktober 2012

RESUME JURNAL TENTANG TEORI KOGNITIF

Judul            : 

Penulis        : Setiyo Purwanto
Link Jurnal :  http://publikasiilmiah.ums.ac.id:8080/xmlui/handle/123456789/903

A. Pendahuluan

              Dalam belajar hal yang menentukan adalah kemampuan ingatan dari peserta didik, karena sebagian besar pelajaran di sekolah adalah mengingat. Mengingat memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Namun yang lebih penting dalam peranan proses belajar adalah kemampuan peserta didik untuk mereproduksi kembali pengetahuan yang sudah diterimanya, misalnya pada waktu ujian para peserta didik harus mereproduksi kembali pengetahuan dan pemahaman yang diperoleh selama mengikuti pelajaran.
Dalam menghafal peserta didik mempelajari sesuatu dengan tujuan mereproduksi kembali kelak dalam bentuk harfiah, sesuai dengan perumusan dan kata-kata yang terdapat dalam materi asli. Dengan demikian peserta didik dapat belajar bagaimana cara-cara menghafal yang baik sehingga materi cepat dihafal dan tersimpan dalam keadaan siap direproduksi secara. harafiah padasaat dibutuhkan. Dalam proses menghafal orang menghadapi materi yang biasanya disajikan dalam bentuk verbal (bahasa), entah materi itu dibaca sendiri atau diperdengarkan. 

              Materi dapat mengandung arti misalnya syair, definisi atau materi yang tidak memiliki arti misalnya huruf abjad atau bahasa asing. Orang akan tertolong dalam menghafal bila membentuk skema kognitif dan mengulangulang kembali materi hafalan sampai tertanam sungguh-sungguh dalam ingatan, lebih-lebih pada materi yang tidak mengandung struktur yang jelas (Matlin, 1989). Menurut Winkel (1996) pada saat mempelajari materi untuk pertama kali peserta didik mengolah bahan pelajaran (fase fiksasi), yang kemudian disimpan dalam ingatan (fase retensi), akhirnya pengetahuan dan pemahaman yang telah diperoleh diproduksi kembali. Teknik mengingat yang banyak dilakukan orang adalah dengan mengulang informasi yang masuk. Pengulangan informasi akan tersimpan lebih lama dan lebih mudah untuk diingat kembali (Matlin, 1989). Proses pengulangan tersebut berkaitan erat dengan sistem ingatan yang ada pada manusia. Menurut Atkinson dan Shiffrin (dalam Matlin, 1989), sistem ingatan manusia dibagi menjadi 3 bagian yaitu sensori memori (sensory memory), ingatan jangka pendek (short term memory), dan ingatan jangka panjang (long term memory). Sensori memori mencatat informasi atau stimuli yang masuk melalui salah satu atau kombinasi panca indra, yaitu secara visual melalui mata, pendengaran melalui telinga, bau melalui hidung, rasa melalui lidah dan rabaan melalui kulit.   

             Metode menghafal dengan mengulang materi yang sudah diterima telah dipakai sejak lama. Dalam sejarah turunnya Al-Qur’an, Nabi Muhammad SAW menerima wahyu tersebut dengan menghafal ayat demi ayat, hal tersebut diikuti oleh generasi selanjutnya, sehingga sampai sekarang banyak orang yang mengikuti sunah Nabi yaitu menghafal Al Qur’an di luar kepala, meskipun Al- Qur’an sekarang sudah dibukukan.Beberapa pesantren di Indonesia banyak yang mengkhususkan menghafal Al-Qur’an seperti Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta, Madrasah Tebuireng Jombang, Yanbaul Qur’an Kudus, Ponpes Atturots Yogyakarta, Ponpes Al- Muayyad. 

B. Kecepatan hafal Al-Qur’an

            Skor kecepatan menghafal diperoleh dari jumlah juz yang sudah dihafal dibagi dengan lama menghafal yang terhitung sejak subjek mengikuti program menghafal sampai pelaksanaan tes berlangsung. Satuan lama adalah dalam jam yaitu mengalikan jumlah jam yang digunakan untuk menghafal dalam tiap hari dengan total bulan kemudian hasilnya dikalikan dengan 30 hari yang dikurangi waktu rata-rata haid. Data lama menghafal ini diperoleh dari angket yang dibuat penulis. Satuan kecepatan mengahafal ini adalah Juz per jam, semakin banyak Jumlah Juz yang diperoleh dalam tiap jam semakin cepat pula subjek menghafal Al-Qur’an. 

C. Daya ingat jangka pendek

             Mengingat adalah suatu proses pengolahan informasi yang diperoleh dari stimulus, yang dapat dipelihara dan diperoleh kembali di masa yang akan datang. Daya ingat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah daya ingat jangka pendek (short term memory), yang dapat diukur dengan tes usulan Peterson & Peterson (dalam Jung & Bailey, 1976). Tes tersebut dikenal dengan istilah tes susunan huruf yang tidak bermakna. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka tingkat daya ingat jangka pendeknya juga tinggi.

D. Tahap-tahap Pemrosesan Informasi

           Setiap kali penghafal  membaca Al-Qur’an maka informasi tersebut akan diterima oleh indra, kemudian memasuki sirkuit otak. Maka secara otomatis daya ingat akan bekerja baik secara sadar maupun tidak. Penghafalan Al-Qur’an ini berbentuk katakata dan konsonan yang menurut pendapat Baddeley (1976) akan merangsang otak kiri. Pada tahap pertama penghafalan, materi yang dihafal akan tersimpan dalam ingatan sensori, kemudian masuk di ingatan jangka pendek. Dari ingatan jangka pendek ini informasi akan disimpan lagi di ingatan jangka panjang lewat proses pengulangan (Rathus, 1981 ; Solso, 1988). Pada penghafal Al- Qur’an semakin mudah materi Al- Qur’an tersebut tersimpan dalam ingatan jangka pendek maka semakin mudah pula materi tersebut tersimpan dalam ingatan jangka panjang. Baddeley (1976) mengatakan bahwa kelupaan terjadi berhubungan erat dengan penyimpanan di ingatan jangka pendek dan faktor pengulangan. 

         Takror (mengulang hafalan) yang dilakukan tiap hari adalah untuk menghindari kelupaan dan untuk
menghindari misfiled dalam ingatan. Penyimpanan di ingatan jangka pendek sebagian besar berupa akustik kemudian dilengkapi secara visual (Solso, 1988). Pengulangan para penghafal dan pembetulan oleh guru saat setor merupakan penyimpanan dalam bentuk akustik, kemudian penggunaan Al-Qur’an merupakan penyimpanan dalam bentuk visual. Penyimpanan visual ini digunakan untuk penggabungan antara hafalan pada lembar sebelumya ke lembar berikutnya. Menurut Rathus (1981), kapasitas untuk mengingat stimulus secara visual dikenal dengan photographic memory atau eidetic memory. Pada penyimpanan akustik para penghafal dituntut untuk mengingat apa yang tadi sudah dibaca dan bagaimana cara membaca yang benar sesuai dengan petunjuk gurunya. Hal yang diingat tersebut meliputi panjang pendeknya huruf, tata cara membaca (tajwid), dan keluamya suara secara benar {makhroj). 


KESIMPULAN
             Teknik menghapal dalam proses belajar adalah kemampuan peserta didik untuk mereproduksi kembali pengetahuan yang sudah diterimanya dan digunakan kembali informasi tersebut apabila dibutuhkan. Dalam menghafal peserta didik mempelajari sesuatu dengan tujuan mereproduksi kembali informasi dalam bentuk harfiah, sesuai dengan perumusan dan kata-kata yang terdapat dalam materi asli. Dengan demikian peserta didik dapat belajar bagaimana cara-cara menghafal yang baik sehingga materi cepat dihafal dan tersimpan dalam keadaan siap direproduksi. Dalam proses menghafal, seseorang akan menghadapi materi yang biasanya disajikan dalam bentuk verbal (bahasa), baik materi itu dibaca ataupun didengar.

                Takror (mengulang hafalan) yang dilakukan tiap hari adalah untuk menghindari kelupaan serta ntuk
menghindari missfiled dalam ingatan. Pengulangan para penghafal dan pembenaran oleh guru saat setor hapalan merupakan penyimpanan dalam bentuk akustik, kemudian penggunaan Al-Qur’an menyimpan informasi tersebut dalam bentuk visual. Penyimpanan visual ini digunakan untuk penggabungan antara hafalan pada lembar sebelumya ke lembar berikutnya.

                     
                   Jadi, dalam menghapal seseorang terlebih dahulu menangkap informasi dari sensori indrawinya kemudian disimpan di dalam memori kemudian dikoding, serta diterjemahkan dalam bentuk makna-makna tertentu kemudian disimpan dalam memori jangka panjang untuk keperluan di masa mendatang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar