Senin, 29 Oktober 2012

Tugas UTS 2012/2013

Kelompok 9 Teori Motivasi


Prinsip Dasar Motivasi
            Konsep motivasi individu berkembang melalui interaksi kompleks dari factor lingkungan dengan factor dalam diri anak, artinya anak akan memiliki prestasi jika lingkungan mendukung atau memberikan motivasi disertai dengan motivasi dalam diri anak itu sendiri.

1. Teori Dorongan
            Teori ini menyatakan bahwa tingah laku seorang siswa didorong ke suatu tujuan  karena adanya suatu kebutuhan. Kebutuhan inilah yang menyebabkan adanya dorongan dari dalam yang mendorong  seseorang  untuk melakukan  sesuatu yang  menuju  ke arah tercapainya suatu tujuan dan dorongan tersebut akan menurun intensitasnya jika tujuan sudah tercapai, misalnya motif biologis seperti lapar, haus, dan seks.

2. Teori Insentif

Teori ini menyatakan bahwa suatu karakteristik tertentu  dapat menyebabkan  terjadinya  tingkah laku ke arah tujuan (insentif). Insentif yang positif merupakan tujuan yang diharapkan misalnya bonus,  upah, gaji dan menghindari insentif yang negatif.

3.Teori Motivasi Berprestasi

            Motivasi seseorang  muncul karena adanya kebutuhan berprestasi antara lain harapan  untuk  melakukan tugas dengan  berhasil, persepsi tentang nilai tugas dan kebutuhan untuk keberhasilan. Kebutuhan berprestasi tersebut bersifat instrinsik dan relatif stabil. Orang yang mempunyai motivasi untuk berprestasi (n-ach) tinggi ingin menyelesaikan  tugas dan meningkatkan  penampilan mereka yang berorientasi pada masalah yang dapat memberi tantangan dan menghendaki umpan balik. 

Siswa dengan n-ach tinggi cenderung  bersifat realistis, cenderung ingin melaksanakan tugas dengan tantangan yang sedang dan tidak mau melaksanakan tugas yang mudah. Jika siswa  tersebut berhasil melaksanakan tugas cenderung akan  meningkatkan aspirasinya untuk meningkat ke arah tugas yang lebih sulit.


Ide dan Gagasan Untuk Penerapan dalam Kelas

Alat dan Bahan :
-          Kertas HVS berwarna, dipotong menjadi 4 bagian
-          Alat Tulis
-          Reward kecil yang disediakan oleh semua peserta kelas (Reward tidak boleh lebih dari harga Rp 2.500, -)
-          Pemateri menyiapkan gulungan berisi nomor undian
Tata Cara Pembelajaran
1.      Pemateri membagi kelas menjadi kelompok kecil, dengan maksimal anggota tiga orang.
2.      Kemudian membagikan kertas HVS yang telah dipotong menjadi 4 bagian, yang sebelumnya pemateri telah membuat nomor pada setiap kertas.
3.      Masing-masing peserta kelas menulis satu pertanyaan beserta jawaban yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari (dengan batas waktu maksimal 15 menit)
Nb: Setiap Kertas pertanyaan disertai dengan Nama pembuat pertanyaan
4.      Kemudian pemateri mengumpulkan seluruh kertas pertanyaan
5.      Kemudian masing-masing peserta kelas mengambil kertas undian yang telah disediakan
6.      Peserta kelas membacakan nomor yang didapatnya, dan pemateri membacakan soal yang nomornya sesuai dengan yang dimiliki oleh peserta kelas
7.      Pemateri juga membacakan Nama pembuat pertanyaan.
8.      Jika jawaban benar, pembuat pertanyaan akan memberikan reward, dan jika salah peserta tidak mendapatkan apa-apa.

NB : Penerapan model ini, disertai dengan pemberitahuan agar peserta kelas mempersiapkan diri dengan membaca materi terlebih dahulu sebelum masuk kelas.

   

Selasa, 23 Oktober 2012

RESUME JURNAL TENTANG TEORI KOGNITIF

Judul            : 

Penulis        : Setiyo Purwanto
Link Jurnal :  http://publikasiilmiah.ums.ac.id:8080/xmlui/handle/123456789/903

A. Pendahuluan

              Dalam belajar hal yang menentukan adalah kemampuan ingatan dari peserta didik, karena sebagian besar pelajaran di sekolah adalah mengingat. Mengingat memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Namun yang lebih penting dalam peranan proses belajar adalah kemampuan peserta didik untuk mereproduksi kembali pengetahuan yang sudah diterimanya, misalnya pada waktu ujian para peserta didik harus mereproduksi kembali pengetahuan dan pemahaman yang diperoleh selama mengikuti pelajaran.
Dalam menghafal peserta didik mempelajari sesuatu dengan tujuan mereproduksi kembali kelak dalam bentuk harfiah, sesuai dengan perumusan dan kata-kata yang terdapat dalam materi asli. Dengan demikian peserta didik dapat belajar bagaimana cara-cara menghafal yang baik sehingga materi cepat dihafal dan tersimpan dalam keadaan siap direproduksi secara. harafiah padasaat dibutuhkan. Dalam proses menghafal orang menghadapi materi yang biasanya disajikan dalam bentuk verbal (bahasa), entah materi itu dibaca sendiri atau diperdengarkan. 

              Materi dapat mengandung arti misalnya syair, definisi atau materi yang tidak memiliki arti misalnya huruf abjad atau bahasa asing. Orang akan tertolong dalam menghafal bila membentuk skema kognitif dan mengulangulang kembali materi hafalan sampai tertanam sungguh-sungguh dalam ingatan, lebih-lebih pada materi yang tidak mengandung struktur yang jelas (Matlin, 1989). Menurut Winkel (1996) pada saat mempelajari materi untuk pertama kali peserta didik mengolah bahan pelajaran (fase fiksasi), yang kemudian disimpan dalam ingatan (fase retensi), akhirnya pengetahuan dan pemahaman yang telah diperoleh diproduksi kembali. Teknik mengingat yang banyak dilakukan orang adalah dengan mengulang informasi yang masuk. Pengulangan informasi akan tersimpan lebih lama dan lebih mudah untuk diingat kembali (Matlin, 1989). Proses pengulangan tersebut berkaitan erat dengan sistem ingatan yang ada pada manusia. Menurut Atkinson dan Shiffrin (dalam Matlin, 1989), sistem ingatan manusia dibagi menjadi 3 bagian yaitu sensori memori (sensory memory), ingatan jangka pendek (short term memory), dan ingatan jangka panjang (long term memory). Sensori memori mencatat informasi atau stimuli yang masuk melalui salah satu atau kombinasi panca indra, yaitu secara visual melalui mata, pendengaran melalui telinga, bau melalui hidung, rasa melalui lidah dan rabaan melalui kulit.   

             Metode menghafal dengan mengulang materi yang sudah diterima telah dipakai sejak lama. Dalam sejarah turunnya Al-Qur’an, Nabi Muhammad SAW menerima wahyu tersebut dengan menghafal ayat demi ayat, hal tersebut diikuti oleh generasi selanjutnya, sehingga sampai sekarang banyak orang yang mengikuti sunah Nabi yaitu menghafal Al Qur’an di luar kepala, meskipun Al- Qur’an sekarang sudah dibukukan.Beberapa pesantren di Indonesia banyak yang mengkhususkan menghafal Al-Qur’an seperti Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta, Madrasah Tebuireng Jombang, Yanbaul Qur’an Kudus, Ponpes Atturots Yogyakarta, Ponpes Al- Muayyad. 

B. Kecepatan hafal Al-Qur’an

            Skor kecepatan menghafal diperoleh dari jumlah juz yang sudah dihafal dibagi dengan lama menghafal yang terhitung sejak subjek mengikuti program menghafal sampai pelaksanaan tes berlangsung. Satuan lama adalah dalam jam yaitu mengalikan jumlah jam yang digunakan untuk menghafal dalam tiap hari dengan total bulan kemudian hasilnya dikalikan dengan 30 hari yang dikurangi waktu rata-rata haid. Data lama menghafal ini diperoleh dari angket yang dibuat penulis. Satuan kecepatan mengahafal ini adalah Juz per jam, semakin banyak Jumlah Juz yang diperoleh dalam tiap jam semakin cepat pula subjek menghafal Al-Qur’an. 

C. Daya ingat jangka pendek

             Mengingat adalah suatu proses pengolahan informasi yang diperoleh dari stimulus, yang dapat dipelihara dan diperoleh kembali di masa yang akan datang. Daya ingat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah daya ingat jangka pendek (short term memory), yang dapat diukur dengan tes usulan Peterson & Peterson (dalam Jung & Bailey, 1976). Tes tersebut dikenal dengan istilah tes susunan huruf yang tidak bermakna. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka tingkat daya ingat jangka pendeknya juga tinggi.

D. Tahap-tahap Pemrosesan Informasi

           Setiap kali penghafal  membaca Al-Qur’an maka informasi tersebut akan diterima oleh indra, kemudian memasuki sirkuit otak. Maka secara otomatis daya ingat akan bekerja baik secara sadar maupun tidak. Penghafalan Al-Qur’an ini berbentuk katakata dan konsonan yang menurut pendapat Baddeley (1976) akan merangsang otak kiri. Pada tahap pertama penghafalan, materi yang dihafal akan tersimpan dalam ingatan sensori, kemudian masuk di ingatan jangka pendek. Dari ingatan jangka pendek ini informasi akan disimpan lagi di ingatan jangka panjang lewat proses pengulangan (Rathus, 1981 ; Solso, 1988). Pada penghafal Al- Qur’an semakin mudah materi Al- Qur’an tersebut tersimpan dalam ingatan jangka pendek maka semakin mudah pula materi tersebut tersimpan dalam ingatan jangka panjang. Baddeley (1976) mengatakan bahwa kelupaan terjadi berhubungan erat dengan penyimpanan di ingatan jangka pendek dan faktor pengulangan. 

         Takror (mengulang hafalan) yang dilakukan tiap hari adalah untuk menghindari kelupaan dan untuk
menghindari misfiled dalam ingatan. Penyimpanan di ingatan jangka pendek sebagian besar berupa akustik kemudian dilengkapi secara visual (Solso, 1988). Pengulangan para penghafal dan pembetulan oleh guru saat setor merupakan penyimpanan dalam bentuk akustik, kemudian penggunaan Al-Qur’an merupakan penyimpanan dalam bentuk visual. Penyimpanan visual ini digunakan untuk penggabungan antara hafalan pada lembar sebelumya ke lembar berikutnya. Menurut Rathus (1981), kapasitas untuk mengingat stimulus secara visual dikenal dengan photographic memory atau eidetic memory. Pada penyimpanan akustik para penghafal dituntut untuk mengingat apa yang tadi sudah dibaca dan bagaimana cara membaca yang benar sesuai dengan petunjuk gurunya. Hal yang diingat tersebut meliputi panjang pendeknya huruf, tata cara membaca (tajwid), dan keluamya suara secara benar {makhroj). 


KESIMPULAN
             Teknik menghapal dalam proses belajar adalah kemampuan peserta didik untuk mereproduksi kembali pengetahuan yang sudah diterimanya dan digunakan kembali informasi tersebut apabila dibutuhkan. Dalam menghafal peserta didik mempelajari sesuatu dengan tujuan mereproduksi kembali informasi dalam bentuk harfiah, sesuai dengan perumusan dan kata-kata yang terdapat dalam materi asli. Dengan demikian peserta didik dapat belajar bagaimana cara-cara menghafal yang baik sehingga materi cepat dihafal dan tersimpan dalam keadaan siap direproduksi. Dalam proses menghafal, seseorang akan menghadapi materi yang biasanya disajikan dalam bentuk verbal (bahasa), baik materi itu dibaca ataupun didengar.

                Takror (mengulang hafalan) yang dilakukan tiap hari adalah untuk menghindari kelupaan serta ntuk
menghindari missfiled dalam ingatan. Pengulangan para penghafal dan pembenaran oleh guru saat setor hapalan merupakan penyimpanan dalam bentuk akustik, kemudian penggunaan Al-Qur’an menyimpan informasi tersebut dalam bentuk visual. Penyimpanan visual ini digunakan untuk penggabungan antara hafalan pada lembar sebelumya ke lembar berikutnya.

                     
                   Jadi, dalam menghapal seseorang terlebih dahulu menangkap informasi dari sensori indrawinya kemudian disimpan di dalam memori kemudian dikoding, serta diterjemahkan dalam bentuk makna-makna tertentu kemudian disimpan dalam memori jangka panjang untuk keperluan di masa mendatang.

Rabu, 10 Oktober 2012

Testimoni tentang Pengaplikasian Teori Belajar Skinner di dalam Kelas

                          Pada hari ini, tepatnya rabu 10 Oktober 2012, ada yang berbeda dengan proses belajar pada mata kuliah psikologi belajar. Mengapa? nah, awalnya ibu Dina memasuki ruangan dan langsung memerintahkan kami untuk duduk berselang dua dengan teman sebelahnya. Jadi, kami langsung melaksanakan perintah ibu Dina. Kemudian, pada awalnya kami mengira akan kuis, namun pada kenyataannya ibu Dina membagikan 3 buah stimulus yaitu berupa 2 lembar sertifikat tanpa nama dan selembar ketas kosong.

STIMULUS 




                         Dari ketiga stimulus tersebut, kami diminta untuk menghasilkan produk apapun kemudian hasil yang akan terpilih akan mendapatkan hadiah dari ibu Dina.Setelah berpikir apa yang harus saya kerjakan, kemudian saya menulis sepemahaman saya dengan teori Skinner di atas kertas kosong tersebut..
Adapun produk yang dihasilkan dari stimulus yang diberikan yaitu:

PRODUK
 


Evaluasi Menggunakan Teori Skinner

                    Pernyataan yang diberikan oleh ibu Dina merupakan stimuli diskriminatif berupa pernyataan verbal. Pada awalnya, saya tidak memahami apa yang akan saya hasilkan dari stimulus yang diberikan, namun ketika melihat hasil produk dari kakak senior, saya merasa bahwa produk yang saya hasilkan sangat tidak kreatif -___-. Hahaha ....
                  
                   Melihat hal tersebut, jika dikaitkan dengan teori Skinner ibu Dina menjanjikan kami untuk menghasilkan produk semaksimal mungkin, sehingga akan dipilih 3 terbaik dari kelompok A dan kelompok B dengan produk terbaik. Nah, hal tersebut merupakan penguatan positif, dimana ibu Dina akan memberikan reward bagi yang memiliki hasil produk terbaik. Karena penguatan tersebut, maka setiap peserta kuliah berlomba-lomba dalam menghasilkan produk terbaik.

                   Jadi, prinsip pembelajaran tersebut merupakan aplikasi dari teori Skinner. Dimana,ibu Dina mengharapkan produk terbaik dari kami, sehingga produk yang terbaik tersebut akan menerima reward dari bu Dina. jelas sudah bahwa  reinforcement dilakukan untuk mendapatkan perilaku (respon) sesuai dengan keinginan pemberi stimulus.
   


Selasa, 09 Oktober 2012

Pengalaman Pribadi dan Kaitannya dengan Teori Skinner

        Ketika saya berumur 7 tahun, ayah saya mengajarkan dan menyuruh saya untuk melaksanakan Sholat 5 waktu dalam sehari. Namun, karena tugas perkembangan saya saat itu adalah bermain, maka tidak saya hirauukan dengan perintah ayah tersebut. Apalagi saya berpikir, kakak saya juga tidak melaksanakan Sholat 5 waktu secara penuh dalam sehari.

         Sehingga pada suatu hari, saya sempat ditegur oleh ayah saya untuk melaksanakan Sholat. Tetapi saya menangis karena tidak ingin dipaksa untuk melaksanakan SHolat tersebut. Hingga pada suatu hari, ayah saya tidak kehilangan akal. Beliau membuat perjanjian dengan saya yaitu, apabila saya melaksanakan Sholat 5 waktu berturut-turut selama seminggu, maka ayah akan mengajak saya pergi berbelanja untuk membeli keinginan saya. Kemudian saya langsung menyetujui keinginan ayah saya. 

        Walaupun diiringi rasa malas dalam mengerjakan Sholat tersebut, tetapi saya merasa memiliki kewajiban yang harus saya penuhi di dalam diri saya. Jadi, karena ayah selalu memberikan hadiah setelah saya berhasil melaksanakan sholat 5 waktu dalam 1 tahun , akhirnya saya bisa dengan mudah melaksanakan sholat sesuai dengan keinginan ayah saya. Selain itu saya seiring berjalannya waktu, saya merasa memiliki kewajiban dengan Allah serta kewajiban dengan ayah saya, jadi saya merasa harus memenuhi kewajiban tersebut sepanjang waktu.

         Hal ini terjadi sampai sekarang, jadi ketika saya hendak meminta uang ayah akan selalu bertanya "kayak mana sholatnya ki ? " kalau saya menjawab , kadang masik ada yang tinggal yah. Nah, kemudian ayah akan memberikan potongan dari uang yang saya minta dan sebaliknya.


Analisa Pengalaman Berdasarkan Teori Belajar Skinner

           Berdasarkan pengalaman saya tersebut, jika dikaitkan dengan teori belajar Skinner maka pengalaman saya merupakan penguatan positif dan shapping. Dimana, setiap perilaku yang diinginkan (sholat) oleh ayah saya, maka saya akan mendapatkan hadiah sesuai keinginan saya. Namun, jika saya tidak memenuhi keinginan ayah saya untuk Sholat, maka saya akan ditegur dan tidak diberi hadiah.

             Shapping merupakan penguatan yang diberikan untuk menghasilkan perilaku yang diinginkan, dimana penguatan tersebut diberikan secara bertahap setelah perilaku yang diingkan muncul. Jadi, ayah akan memberikan hadiah setiap seminggu sekali ketika saya telah melaksanakan sholat 5 waktu berturut-turut dalam seminggu. Namun, jika saya meninggalkan salaah satu waktu sholat, maka ayah tidak akan memberikan apapun yang saya inginkan.

              Penguatan yang ayah saya berikan berhasil membuat perilaku saya untuk melaksanakan sholat 5 waktu secara penuh. Karena ayah selalu melakukan hal tersebut selama setahun, maka seiring berjalannya waktu saya merasa gampang dalam melaksanakan sholat tanpa harus diberi hadiah. Akhirnya perilaku tersebut dapat bertahan sampai sekarang.

Minggu, 07 Oktober 2012

Analisa Film ‘Kinky Boots’


Kelompok 9 :

Film Kinky Boots menceritakan tentang Charlie yang mengalami keputusasaan setelah ayahnya meninggal, dimana perusahaan keluarganya yang akan bangkrut. Charlie terjebak pada satu situasi dimana ia harus memutar otak untuk menyelematkan Price&Sons (Usaha Pabrik Sepatu milik keluarganya). Ditengah keputusasaannya, Charlie berjumpa dengan Lola, seorang waria yang berprofesi sebagai penyanyi cabaret di NightClub, London. Dari pertemuan itulah Charlie terinspirasi membuat produk baru berupa sepatu untuk para waria di NightClub. Dimana Lola direkrut sebagai desainer, atas dukungan dari Laurent (salah satu pegawai Charlie).
Pada awalnya, sampel produk pertama Charlie tidak sesuai dengan harapan Lola, dimana Lola merasa tersinggung, sepatu boots berwarna merah yang diproduksi, tidaklah menarik (Warna merah adalah bagian dari hidup Lola) sehingga membuat Lola marah. Namun, Charlie tidak putus asa, ia kembali meyakinkan Lola, bahwa ia akan melakukan yang terbaik. Ia rela mempromosikan produk yang dibuat hingga ke Milan (pusat mode). Hal ini membuat Charlie harus menggadaikan rumahnya, dan putus dari tunangannya.
Dari hasil kerjasama antara Charlie dan Lola, Charlie mampu mengatasi kebangkrutan pabriknya dan bisa memajukan kembali usaha pabrik sepatunya. Ia juga mampu kembali mempekerjakan pegawai yang sebelumnya telah ia pecat. Dari hal tersebut, Charlie belajar bahwa pegawai adalah aset yang paling penting dalam sebuah organisasi.

Analisa
            Berdasarkan synopsis film ‘Kinky Boots’, jika dihubungkan dengan teori Belajar, maka salah satu teori yang dapat menjelaskan proses yang terjadi dalam film adalah pendekatan teori Gestalt. Teori Gestalt didasarkan pada pengalaman persepsi terhadap suatu stimulus. Stimulus film dapat menimbulkan persepsi yang berbeda-beda antara satu penonton dengan penonton lain.
Data adalah  hal yang paling dasar dari Psikologi Gestalt yang disebut dengan fenomena. Suatu fenomena dapat dilihat dari keseluruhan atau totalitas, tidak terpisah dalam berbagai elemen. Teori Gestalt dapat diterapkan dalam dua hal saat menonton Film Kinky Boots. Pertama, esensi yang didapat individu sebagai penonton (dimana respon dan persepsi pada setiap penonton akan berbeda-beda), dan kedua adalah esensi dari jalan cerita dan fenomena yang dialami tokoh utama (Charlie).
            Dari sisi tokoh utama, teori Gestalt sangatlah berkaitan, yaitu subjek (Charlie) ditempatkan dalam situasi yang mensyaratkan restrukturisasi bagi solusi. Dimana, saat Charlie putus asa, ayahnya meninggal, usaha pabrik sepatunya akan bangkrut, Charlie mampu kembali bangkit untuk meneruskan usaha keluarganya. Ia yang pada awalnya tidak punya daya dan merasa tidak mampu melakukan apa-apa, menjadi orang yang sangat kuat dan tegar. Stimulus yang ia dapat saat putus asa, yaitu penguatan dari Lauren (pegawainya yang akan ia pecat); dan Lola (seorang waria) membuatnya bekerja keras untuk bisa bangkit dari keterpurukan. Secara perlahan tapi pasti, Charlie mampu kembali memajukan Pabrik Sepatunya dan mendapatkan kembali kepercayaan dari pegawainya, dan proses yang dijalani Charlie merupakan salah satu asumsi dasar pada teori Gestalt, yaitu individu memahami aspek dari lingkungan sebagai organisasi stimuli, dan merespons berdasarkan persepsi, dimana organisasi/susunan dalam lingkungan itu sendiri adalah sebuah proses, dan proses ini memengaruhi persepsi individu.
            Selain teori Gestalt, teori belajar yang dapat menjelaskan film “Kinky Boots” adalah pendekatan koneksionisme yang dikemukakan oleh Edward Thorndike. Beliau mengidentifikasi tiga hukum belajar. Pertama, hukum efek (laws of effects) menyatakan bahwa suatu keadaan yang memuaskan setelah respons akan memperkuat koneksi antara stimulus dan perilaku yang tepat, dan keadaan yang menjengkelkan akan melemahkan koneksi tersebut. Bila dihubungkan dengan prilaku Charli dalam film, maka dapat dijelaskan bahwa keadaan saat Lola marah merupakan kejadian menjengkelkan yang melemahkan prilaku Charlie yang buruk dalam membuat sepatu. Prilaku tersebut tidak diulanginya lagi, ia membuat desain baru dengan sebaik mungkin melalui banyak pertimbangan. Kedua, hukum latihan (law of exercise) menyatakan bahwa perulangan atau repetisi dari pengalaman akan meningkatkan peluang respons yang benar. Hukum belajar ini jelas terlihat pada prilaku Charlie yang perlahan-lahan mengikuti apa yang orang lain harapkan darinya. Pengalaman berulang yang ia rasakan membuat Charlie belajar untuk berusaha sebaik mungkin dalam memproduksi sepatu. Dan hal ini adalah respon yang benar. Ketiga, hukum kesiapan (law of readiness) mendeskripsikan kondisi yang mengatur keadaan yang disebut sebagai “memuaskan” atau “menjengkelkan”. Pelaksanaan tindakan dalam merespons impuls yang kuat adalah memuaskan, sedangkan perintangan tindakan atau memaksakannya dalam kondisi lain adalah menjengkelkan. Hukum ketiga ini tampaknya sedikit membingungkan. Tetapi kelompok akan tetap mencoba menghubungkannya dengan prilaku-prilaku yang ada di film. Jika dihubungkan dengan prilaku Charlie (tokoh utama dalam film), hukum ini terlihat ketika adanya keinginan Charlie untuk menyelamatkan perusahaannya dari kebangkrutan, ia melaksanakan tindakan atas impuls kuat tersebut. Dan hal ini disebut sebagai keadaan yang “memuaskan” pada hukum kesiapan (law of readiness). Sampai pada akhirnya ia berhasil membangun kembali kejayaan perusahaan sepatu milik kelurganya tersebut.

Sumber :
Gredler, Margareth E. 2011. Learning and Instruction: Teori dan Aplikasi, Ed. 6, Cet. 1. Jakarta: Prenada Group
Sarwono, Sarlito W. 2002. Berkenalan dengan Aliran-Aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang