Minggu, 07 Oktober 2012

Analisa Film ‘Kinky Boots’


Kelompok 9 :

Film Kinky Boots menceritakan tentang Charlie yang mengalami keputusasaan setelah ayahnya meninggal, dimana perusahaan keluarganya yang akan bangkrut. Charlie terjebak pada satu situasi dimana ia harus memutar otak untuk menyelematkan Price&Sons (Usaha Pabrik Sepatu milik keluarganya). Ditengah keputusasaannya, Charlie berjumpa dengan Lola, seorang waria yang berprofesi sebagai penyanyi cabaret di NightClub, London. Dari pertemuan itulah Charlie terinspirasi membuat produk baru berupa sepatu untuk para waria di NightClub. Dimana Lola direkrut sebagai desainer, atas dukungan dari Laurent (salah satu pegawai Charlie).
Pada awalnya, sampel produk pertama Charlie tidak sesuai dengan harapan Lola, dimana Lola merasa tersinggung, sepatu boots berwarna merah yang diproduksi, tidaklah menarik (Warna merah adalah bagian dari hidup Lola) sehingga membuat Lola marah. Namun, Charlie tidak putus asa, ia kembali meyakinkan Lola, bahwa ia akan melakukan yang terbaik. Ia rela mempromosikan produk yang dibuat hingga ke Milan (pusat mode). Hal ini membuat Charlie harus menggadaikan rumahnya, dan putus dari tunangannya.
Dari hasil kerjasama antara Charlie dan Lola, Charlie mampu mengatasi kebangkrutan pabriknya dan bisa memajukan kembali usaha pabrik sepatunya. Ia juga mampu kembali mempekerjakan pegawai yang sebelumnya telah ia pecat. Dari hal tersebut, Charlie belajar bahwa pegawai adalah aset yang paling penting dalam sebuah organisasi.

Analisa
            Berdasarkan synopsis film ‘Kinky Boots’, jika dihubungkan dengan teori Belajar, maka salah satu teori yang dapat menjelaskan proses yang terjadi dalam film adalah pendekatan teori Gestalt. Teori Gestalt didasarkan pada pengalaman persepsi terhadap suatu stimulus. Stimulus film dapat menimbulkan persepsi yang berbeda-beda antara satu penonton dengan penonton lain.
Data adalah  hal yang paling dasar dari Psikologi Gestalt yang disebut dengan fenomena. Suatu fenomena dapat dilihat dari keseluruhan atau totalitas, tidak terpisah dalam berbagai elemen. Teori Gestalt dapat diterapkan dalam dua hal saat menonton Film Kinky Boots. Pertama, esensi yang didapat individu sebagai penonton (dimana respon dan persepsi pada setiap penonton akan berbeda-beda), dan kedua adalah esensi dari jalan cerita dan fenomena yang dialami tokoh utama (Charlie).
            Dari sisi tokoh utama, teori Gestalt sangatlah berkaitan, yaitu subjek (Charlie) ditempatkan dalam situasi yang mensyaratkan restrukturisasi bagi solusi. Dimana, saat Charlie putus asa, ayahnya meninggal, usaha pabrik sepatunya akan bangkrut, Charlie mampu kembali bangkit untuk meneruskan usaha keluarganya. Ia yang pada awalnya tidak punya daya dan merasa tidak mampu melakukan apa-apa, menjadi orang yang sangat kuat dan tegar. Stimulus yang ia dapat saat putus asa, yaitu penguatan dari Lauren (pegawainya yang akan ia pecat); dan Lola (seorang waria) membuatnya bekerja keras untuk bisa bangkit dari keterpurukan. Secara perlahan tapi pasti, Charlie mampu kembali memajukan Pabrik Sepatunya dan mendapatkan kembali kepercayaan dari pegawainya, dan proses yang dijalani Charlie merupakan salah satu asumsi dasar pada teori Gestalt, yaitu individu memahami aspek dari lingkungan sebagai organisasi stimuli, dan merespons berdasarkan persepsi, dimana organisasi/susunan dalam lingkungan itu sendiri adalah sebuah proses, dan proses ini memengaruhi persepsi individu.
            Selain teori Gestalt, teori belajar yang dapat menjelaskan film “Kinky Boots” adalah pendekatan koneksionisme yang dikemukakan oleh Edward Thorndike. Beliau mengidentifikasi tiga hukum belajar. Pertama, hukum efek (laws of effects) menyatakan bahwa suatu keadaan yang memuaskan setelah respons akan memperkuat koneksi antara stimulus dan perilaku yang tepat, dan keadaan yang menjengkelkan akan melemahkan koneksi tersebut. Bila dihubungkan dengan prilaku Charli dalam film, maka dapat dijelaskan bahwa keadaan saat Lola marah merupakan kejadian menjengkelkan yang melemahkan prilaku Charlie yang buruk dalam membuat sepatu. Prilaku tersebut tidak diulanginya lagi, ia membuat desain baru dengan sebaik mungkin melalui banyak pertimbangan. Kedua, hukum latihan (law of exercise) menyatakan bahwa perulangan atau repetisi dari pengalaman akan meningkatkan peluang respons yang benar. Hukum belajar ini jelas terlihat pada prilaku Charlie yang perlahan-lahan mengikuti apa yang orang lain harapkan darinya. Pengalaman berulang yang ia rasakan membuat Charlie belajar untuk berusaha sebaik mungkin dalam memproduksi sepatu. Dan hal ini adalah respon yang benar. Ketiga, hukum kesiapan (law of readiness) mendeskripsikan kondisi yang mengatur keadaan yang disebut sebagai “memuaskan” atau “menjengkelkan”. Pelaksanaan tindakan dalam merespons impuls yang kuat adalah memuaskan, sedangkan perintangan tindakan atau memaksakannya dalam kondisi lain adalah menjengkelkan. Hukum ketiga ini tampaknya sedikit membingungkan. Tetapi kelompok akan tetap mencoba menghubungkannya dengan prilaku-prilaku yang ada di film. Jika dihubungkan dengan prilaku Charlie (tokoh utama dalam film), hukum ini terlihat ketika adanya keinginan Charlie untuk menyelamatkan perusahaannya dari kebangkrutan, ia melaksanakan tindakan atas impuls kuat tersebut. Dan hal ini disebut sebagai keadaan yang “memuaskan” pada hukum kesiapan (law of readiness). Sampai pada akhirnya ia berhasil membangun kembali kejayaan perusahaan sepatu milik kelurganya tersebut.

Sumber :
Gredler, Margareth E. 2011. Learning and Instruction: Teori dan Aplikasi, Ed. 6, Cet. 1. Jakarta: Prenada Group
Sarwono, Sarlito W. 2002. Berkenalan dengan Aliran-Aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar