Kelompok 9 :
Film
Kinky Boots menceritakan tentang Charlie yang mengalami keputusasaan setelah
ayahnya meninggal, dimana perusahaan keluarganya yang akan bangkrut. Charlie
terjebak pada satu situasi dimana ia harus memutar otak untuk menyelematkan Price&Sons
(Usaha Pabrik Sepatu milik keluarganya). Ditengah keputusasaannya, Charlie berjumpa dengan Lola, seorang waria yang berprofesi sebagai penyanyi
cabaret di NightClub,
London. Dari pertemuan itulah Charlie terinspirasi membuat produk baru berupa
sepatu untuk para waria
di NightClub. Dimana Lola direkrut sebagai desainer, atas dukungan dari Laurent
(salah satu pegawai Charlie).
Pada
awalnya, sampel produk pertama Charlie tidak sesuai dengan harapan Lola, dimana
Lola merasa tersinggung, sepatu boots berwarna merah yang diproduksi, tidaklah
menarik (Warna merah
adalah bagian dari hidup Lola) sehingga membuat Lola marah. Namun, Charlie
tidak putus asa, ia kembali meyakinkan Lola, bahwa ia akan melakukan yang
terbaik. Ia rela mempromosikan produk yang dibuat hingga ke Milan (pusat mode).
Hal ini membuat Charlie harus menggadaikan rumahnya, dan putus dari
tunangannya.
Dari
hasil kerjasama antara Charlie dan Lola, Charlie mampu mengatasi kebangkrutan
pabriknya dan bisa memajukan kembali usaha pabrik sepatunya. Ia juga mampu
kembali mempekerjakan
pegawai yang
sebelumnya telah ia pecat. Dari hal tersebut, Charlie belajar bahwa pegawai adalah aset
yang paling penting dalam sebuah organisasi.
Analisa
Berdasarkan
synopsis film ‘Kinky Boots’, jika dihubungkan dengan teori Belajar, maka salah satu teori yang dapat menjelaskan proses yang terjadi
dalam film adalah pendekatan teori Gestalt. Teori Gestalt didasarkan pada
pengalaman persepsi terhadap suatu stimulus. Stimulus film dapat menimbulkan
persepsi yang berbeda-beda antara satu penonton dengan penonton lain.
Data
adalah hal yang paling dasar dari
Psikologi Gestalt yang disebut dengan fenomena. Suatu fenomena dapat dilihat
dari keseluruhan atau totalitas, tidak terpisah dalam berbagai elemen. Teori
Gestalt dapat diterapkan dalam dua hal saat menonton Film Kinky Boots. Pertama, esensi yang didapat individu
sebagai penonton (dimana respon dan persepsi pada setiap penonton akan
berbeda-beda), dan kedua adalah
esensi dari jalan cerita dan fenomena yang dialami tokoh utama (Charlie).
Dari sisi tokoh utama, teori Gestalt
sangatlah berkaitan, yaitu subjek (Charlie) ditempatkan dalam situasi yang
mensyaratkan restrukturisasi bagi solusi. Dimana, saat Charlie putus asa,
ayahnya meninggal, usaha pabrik sepatunya akan bangkrut, Charlie mampu kembali
bangkit untuk meneruskan usaha keluarganya. Ia yang pada awalnya tidak punya
daya dan merasa tidak mampu melakukan apa-apa, menjadi orang yang sangat kuat
dan tegar. Stimulus yang ia dapat saat putus asa, yaitu penguatan dari Lauren
(pegawainya yang akan ia pecat); dan Lola (seorang waria) membuatnya bekerja
keras untuk bisa bangkit dari keterpurukan. Secara perlahan tapi pasti, Charlie
mampu kembali memajukan Pabrik Sepatunya dan mendapatkan kembali kepercayaan
dari pegawainya, dan proses yang dijalani Charlie merupakan salah satu asumsi
dasar pada teori Gestalt, yaitu individu
memahami aspek dari lingkungan sebagai organisasi stimuli, dan merespons
berdasarkan persepsi, dimana organisasi/susunan dalam lingkungan itu sendiri
adalah sebuah proses, dan proses ini memengaruhi persepsi individu.
Selain
teori Gestalt, teori belajar yang dapat menjelaskan film “Kinky Boots” adalah pendekatan
koneksionisme yang dikemukakan oleh Edward Thorndike. Beliau mengidentifikasi
tiga hukum belajar. Pertama, hukum
efek (laws of effects) menyatakan
bahwa suatu keadaan yang memuaskan setelah respons akan memperkuat koneksi
antara stimulus dan perilaku yang tepat, dan keadaan yang menjengkelkan akan
melemahkan koneksi tersebut.
Bila dihubungkan dengan prilaku Charli dalam film, maka dapat dijelaskan bahwa
keadaan saat Lola marah merupakan kejadian menjengkelkan yang melemahkan
prilaku Charlie yang buruk dalam membuat sepatu. Prilaku tersebut tidak
diulanginya lagi, ia membuat desain baru dengan sebaik mungkin melalui banyak
pertimbangan. Kedua,
hukum latihan (law of exercise)
menyatakan bahwa perulangan atau repetisi dari pengalaman akan meningkatkan
peluang respons yang benar. Hukum
belajar ini jelas terlihat pada prilaku Charlie yang perlahan-lahan mengikuti
apa yang orang lain harapkan darinya. Pengalaman berulang yang ia rasakan
membuat Charlie belajar untuk berusaha sebaik mungkin dalam memproduksi sepatu.
Dan hal ini adalah respon yang benar. Ketiga,
hukum kesiapan (law of readiness)
mendeskripsikan kondisi yang mengatur keadaan yang disebut sebagai “memuaskan”
atau “menjengkelkan”. Pelaksanaan tindakan dalam merespons impuls yang kuat
adalah memuaskan, sedangkan perintangan tindakan atau memaksakannya dalam
kondisi lain adalah menjengkelkan. Hukum ketiga ini tampaknya sedikit membingungkan. Tetapi kelompok akan
tetap mencoba menghubungkannya dengan prilaku-prilaku yang ada di film. Jika
dihubungkan dengan prilaku Charlie (tokoh utama dalam film), hukum ini terlihat
ketika adanya keinginan Charlie untuk menyelamatkan perusahaannya dari
kebangkrutan, ia melaksanakan tindakan atas impuls kuat tersebut. Dan hal ini
disebut sebagai keadaan yang “memuaskan” pada hukum kesiapan (law of
readiness). Sampai pada akhirnya ia berhasil membangun kembali kejayaan
perusahaan sepatu milik kelurganya tersebut.
Sumber
:
Gredler, Margareth E. 2011. Learning and Instruction: Teori dan
Aplikasi, Ed. 6, Cet. 1. Jakarta: Prenada Group
Sarwono, Sarlito W. 2002. Berkenalan dengan Aliran-Aliran dan
Tokoh-tokoh Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar