Anggota Kelompok
1.
Rizqi Chairiah (10-007)
2
. Fauziah Nami Nasution (10-016)
3.
Sri Rizki Amanda (10-018)
Prinsip-prinsip
Belajar
Skinner percaya bahwa psikologi dapat menjadi sains
hanya melalui studi perilaku, dimana Skinner mempelajari jenis perilaku yang
tidak secara otomatis dipicu oleh stimulus tertentu.
Menurut Skinner tujuan dari setiap
ilmu pengetahuan, terutama sains adalah menemukan hokum-hukum relasi yyang
jelas di antara kejadian—kejadian di lingkungan. Begitu juga, tugas untuk ilmu
perilaku adalah menemukan relasi di antara kejadian lingkungan dengan perilaku.
Ada beberapa asumsi untuk mendukung studi perilaku Skinner, yaitu :
1. Belajar
adalah perubahan perilaku
2. Perubahan
perilaku secara fungsional berkaitan dengan perubahan dalam lingkungan atau
kondisi
3. Hukum
relasi antara perilaku dan lingkungan dapat ditemukan hanya jika sifat dari
perilaku dan kondisi eksperimental didefinisikan dalam istilah fisik dan
diamati di bawah kondisi yang terkontrol
4. Data
dari studi eksperimental adalah sumber informasi tentang penyebab perilaku yang
dapat diterima
5. Perilaku
subjek adalah sumber data yang tepat
6. Dinamika
interaksi organisme dengan lingkungan adalah sama untuk semua spesies
Asumsi ini penting untuk memenuhi
syarat psikologi agar menjadi ilmu pengetahuan ilmiah dan dapata diaplikasikan
dalam kehisupan sehari-hari. Secara spesifik, Skinner mendefinisikan belajar
sebagai perubahan perilaku.
Dengan mengadaptasi riset Thorndike tentang tiga
komponen penting dari perubahan perilaku, yaitu : (a) kesempatan di mana
perilaku terjadi; (b) perilaku itu sendiri; dan (c) konsekuensi dair perilaku.
Berbeda dengan teori Thorndike yang menyebut konsekuensi yang menyebabkan
peningkatan perilaku sebagai imbalan (reward),
sedangkan Skinner menyebut imbalan dengan konsekuensi yang menguatkan (reinforcing consequences) dan penguatan
(reinforcement). Penguatan adalah
setiap konsekuensi behavioral yang memperkuat perilaku; yaitu, penguat
meningkatkan frekuensi respons. Skinner mengidentifikasi tiga komponen belajar
sebagai stimulus diskriminatif (),
respons (R) dan stimulus penguat ()
dan konsekuensi peristiwa belajar adalah ()
– (R) – ().
Stimulus diskriminatif adalah
stimulus yang secara konsisten hadir ketika respons menghasilkan penguatan.
Melalui asosiasi yang berulang dengan respons yang diperkuat, stimulus
diskriminatif menjadi isyarat behavioral untuk respons tersebut. Seringnya,
stimulus diskriminatis berupa kejadian lingkungan dan pernyataan verbal dari
orang lain.
Penguatan adalah konsekuensi
behavioral yang menigkatkan frekuensi respons. Agar efektif, konsekuensi itu
haru muncul segera setelah pelaksanaan perilaku tertentu. Fungsi penting dari
penguatan dalam khidupan sehari-hari adalah mencegah lenyapnya perilaku (extinction). Ada tiga factor yang di
asosiasikan memengaruhi sejauh mana kejadian tertentu berfungsi sebagai
penguat, yaitu : keterampilan individual, sejarah penguatan masa lalu, dan
karakteristik warisan. Terdapat tiga klasifikasi penguat, yaituu : (a) primer
atau sekunder; (b) umum/digeneralisasikan; dan (c) positif atau negative.
Praktik Kultural dan
Pengkondisian Berpenguat
Skinner (1981) berpendapat bahwa
proses dalam mengkondisikan perilaku individual, melalui 2 level : Pertama, evolusi biologis dari makhluk
hidup; Kedua adalah perkembangan
kultur. Skinner (1989b, h. 52) mendefinisikan kultur sebagai kontingensi yang
dipertahankan oleh kelompok. Contoh : perayaan Thanksgiving , dimana perayaan
ini diperkuat secara positif dengan dihadirkannya makanan lezat dan penguat
sosial, seperti persahabatan.Kontingensi penguatan dalam praktik cultural akan
membentuk perilaku dari setiap anggota kelompok. Praktik sosial di transmisikan
ketika anggota membentuk perilaku dari anggota baru.
Tingkat spesialisasi pekerjaan dalam masyarakat
kontemporer telah mereduksi kesempatan untuk penguatan. Masalah lain dalam
peradaban Barat yaitu melimpahnya hal-hal yang dideskripsikan sebagai “menarik,
cantik,indah,lezat, menghibur dan menggairahkan” (Skinner, 1987, h.
23).Perilaku yang diperkuat oleh kemudahan akses ke hal-hal yang indah dan
menyenangkan adalah perilaku melihat dan mendengar. Dengan kata lain, akses
mudah ke penguatyang menyenangkan akan menciptakan situasi dimana “penguat
tidak bergantung pada jenis perilaku yang mempertahankan individu atau
mempromosikan kelangsungan budaya atau makhluk hidup” (Skinner, 1987, h. 24).
Sifat Belajar yang
Kompleks
Hukum efe menyebutkan
hubungan antara suatu respons dengan konsekuensi (Skinner, 1953, 1963b).
Faktor-faktor yang berfungsi dalam akuisisi pola perilaku adalah pembentukan, jadwal penguatan, konsep
kegunaan negative, dan perilaku yang diatur.
Pembentukan
Pembentukan perilaku baru menggunakan sederet
stimulus diskriminatif yang didesain dengan cermat, dan penguatan untuk
perubahan respon yang dapat membuat subjek bersiap untuk mengambil langkah selanjutnya
dalam urutan perilaku.
Proses pembentukan dimulai dengan
member penguatan untuk respon yang diinginkan. Setelah penguatan awal terhadap
kontak ini, penguatan ditahan lagi sampai ada peningkatan perilaku. Prosedur
dari penguatan pertama memperkuat respons yang mirip dengan respons yang
diharapkan, dan kemudian memperkuat respons dengan cara memperbaiki respons.
Prosedur ini dinamakan perkiraan penguatan berturut-turut (reinforcing successive approximations) atau penguatan differensial(Skinner,1953,1968b,
1989b).
Arti penting dari pembentukan yaitu
dapat menimbulkan perilaku yang kompleks yang hampir tidak memiliki kemungkinan
yang terjadi secara alamiah dalam hasil akhirnya (Skinner, 1963a). Peforma dari
respons yang tepat yaitu terjadi secara acak, kebetulan, maka respons yang
salah juga mungkin terjadi.
Jadwal
Penguatan
Sebagian
besar perilaku hanya menimbulkan penguatan yang berselang-seling atau intermittent, seperti menulis. Di dalam
laboraturium, penguatan berselang-seling ini bisa diberikan secara tepat sesuai
dengan jadwal yang berbeda atau kombinasi jadwal. Dasar untuk beberapa jadwal
yaitu jumlah respons yang dimunculkan oleh subjek, disebut sebagai penguatan
rasio.
Dalam jadwal tetap, baik rasio
maupun interval, respons biasanya melambat setelah penguatan dan kemudian
rata-ratanya meningkat secara gradual. Pelambatan ini bisa dihindari melalui
penggunaan jadwal variabel. Penguatan berselang-seling pada setiap jadwal dapat
menjaga perilaku selama periode waktu yang lama. Jadwal yang terutama efektif
adalah jadwal variabel-rasio. Pada mulanya penguatan sering diberikan, tetapi
kemudian pelan-pelan dikurangi. Jadwal variabel-rasio berguna karena mencegah
hilangnya perilaku ketika penguatan menjadi jarang (Skinner, 1989b, h. 77).
Salah satu keuntungan dari penguatan rasio-variabel adalah mempertahankan
perilaku dari pelenyapan (extinction)
ketika penguatannya jarang.
Konsep
Kegunaan Negatif
Dalam beberapa situasi, jadwal
variabel-rasio dapat menimbulkan kerugian dalam jangka panjang bagi subjek.
Meskipun pada awalnya menguatkan, penggunaan jangka panjang akan menimbulkna
penguat negative yang kuat, yang dinamakan gejala melepaskan diri (withdrawal symptoms). Kondisi jangka
panjang ini merupakan kondisi kegunaan negatif; semakin berat kecanduannya,
maka semakin besar usaha yang diperlukan untuk melepaskan diri, sementara
keadaan fisik dan emosional individu juga semakin memburuk. Contohnya :
Kecanduan berjudi.
Perilaku
yang Diatur Peraturan (Rule-Governed)
Seseorang lebih sering melakukan apa
yang diperintahkan oang lain untuk melakukannya—merka mengikuti saran (Skinner,
1987,h.21). Biasanya saran itu berbentuk saran verbal atau instruksi. Selain
saran informal, perilaku yang diatur oleh aturan juga dapat diperoleh melalui
pernyataan formal, aturan hukum,etika,dan praktik religious suatu masyarakat.
Hukum dan prosedur kultur yang dikodifikasi merupakan hal yang penting,
dikarenakan 2 hal, yaitu : pertama, mereka
membantu individu mendapat manfaat dari pengalaman orang lain. Kedua, mereka juga membantu kelompok
untuk memuji dan mengecam secara konsisten (Skinner, 1989b).
Perilaku yang diaur oleh peraturan
dan diatur oleh kemungkinan, merupakan dua hal yang berbeda. Dalam kondisi yang
diatur oleh kemungkinan, perilaku dilaksanakan secara efektif. Contoh : belajar
mengendarai mobil (perilaku yang diatur aturan). Perbedaan selanjutnya yaitu,
hanya konsekuensi respons langsung untuk perilaku yang diatur kemungkinan yang
akan mengubah kemungkinan respons di masa depan. Dalam kondisi yang diatur
peraturan, respons apa yang terjadi tidak dapat dipastikan (Skinner,
1953,h.147).
PRINSIP PEMBELAJARAN
Asumsi Dasar
Keyakinan Skinner tentang hakikat
sekolah dan belajar di kelas, merupakan parameter dari tekhnologi
pengajarannya.
Hakikat Pendidikan
Sekolah umum didirikan
untuk memberikan bimbungan perorangan pada sekelompok siswa (Skinner, 1989b).
Namun, karena jumlah siswa terus bertambah, maka perhatian personal menjadi
“jarang” (h.86). Dalam konfigurasi ini, kelompok-kelompok guru hanya menangani
sebagian dari seluruh siswa saja.
Salah satu perubahan yang
diimplementasikan di beberapa sekolah adalah usaha untuk mempersiapkan tahapan
belajar agar lebih mirip dengan kehidupan sehari-hari, akan tetapi praktik ini
juga prblematis. Sekolah biasanya menggunakan control aversif, dan hasilnya
adalah siswa mengerjakan tugasnya karena menghindari konsekuensi dari tindakan
mengabaikan tugas (Skinner, 1968b,1989b).
Berbagai macam rekomendasi untuk
mengatasi masalah edukasional yaitu memperpanjang tahun ajaran dan menyediakan
sertifikasi nasional untuk guru. Namun, menurut Skinner, tidak ada institusi
yang dapat merealisasikan kemajuan dan perkembangan kecuali ia menganalisis
proses dasar yang menjadi tanggung jawabnya.
Belajar di Latar Ruang
Kelas
Ketika seorang guru menghadapi siswa
20-30 orang, maka muncul beberapa masalah pembelajaran, yaitu : (a) penguatan
positif yang yang kurang sering, (b) tertundanya waktu antara perilaku dan
penguatan (c) kurangnya program yang mengarahkan anak ke perilaku yang
diharapkan.
Ada
3 asumsi yang menopang pendekatan Skinner untuk tekhnologi pengajara, yaitu :
a. Analisis
eksperimental juga berlaku untuk ruang kelas
b. seperangkat
perilaku di kelas mungkin dapat dibentuk dengan cara yang sama seperti perilaku
lain
c. Tekhnologi
dibutuhkan untuk memberikan lebih banyak penguatan bagi respon behavioral
Komponen
Pembelajaran
Konsep-konsep yang diperkenalkan
Skinner untuk dipertimbangkan dalam perencanaan ruang kelas antara lain:
a. Stimuli
diskriminatif (kejadian spesifik yang akan direspon oleh siswa)
b. Kontingensi
penguatan, termasuk mengontrol kesuksesan siswa
c.
Dinamika ruang kelas,
yaitu memperkuat perilaku yang tidak kompatibel denga perilaku yang mengganggu.
Memilih Stimuli Diskriminatif
Pengajaran
terjadi ketika respons muncul untuk pertama kali dan diperkuat. Elemen penting
dalam proses ini adalah stimuli diskriminatif. Stimuli diskriminatif berfungsi
ssebagai isyarat bagi perilaku tertentu. Dalam lingkungan sosial kelas,
berbagai macam stimuli verbal berfungsi sebagai stimuli diskriminatif untuk
mengarahkan perhatian siswa. Selain itu, manajemen kelas yang baik dapat
menggunakan stimuli nonverbal dan mereduksi kebutuhan petunjuk lisan.
Transfer Kontrol
Stimulus
Proses
ini terjadi melalui dua cara yaitu :
a. perilaku
diperkuat sendiri
b. perilaku
berada dalam control stimuli internal.
Kegagalan untuk memberikan transfer control stimulus
adalah salah satu kesalahan utama yang dijumpai dalam pembelajaran
mikrokomputer.
Mengembangkan
Perilaku yang Tidak Cocok dengan Respons Lain.
Eliminasi perilaku yang tidak tepat membutuhkan
penguatan perilaku yang tidak kompatibel atau tidak cocok dengan perilaku
tersebut. Proses ini dimulai dengan menta stimuli diskriminatif alternative
yang dapat memicu respons yang berbeda.
Isu saat ini tentang suasana kelas merupakan arti
penting dari peran guru dalam membangun kelas yang berorientasi penguasaan
mateir. Salah satu tujuannya adalah mendorong upaya siswa kea rah belajar dan
penguasaan, dan mereduksi terpecahnya focus siswa karena hal yang lain.
Isu-isu
dalam Memilih Penguat Potensial
Dua tipe penguat untuk kelas adalah
:
a. penguat
alamiah, yaitu kejadia-kejadian yang ada dalam situasi tertentu memberikan
tanggapan non-aversif
b. Penguat
terencana, dalam pendidikan penguat yang direncanakan juga sering dibutuhkan
sebagai jurang pemisah antara tahap awal belajar dan latar-latar dimana penguat
alamiah dapat berfungsi. Penguat terencana juga mencakup komentar verbal,
penolakan awal, dan waktu bebas.
Penarikan bertahap
Penguat Terencana
Hal yang penting dalam menggunakan
penguat terencana adalah :
a. memperluas
rasio antara respons dan penguat
b. memasangkan
penguat terencana dengan penguat lainnya
c. secara
bertahap menarik atau menghilangkan penguat terencana
Kunci
untuk menggunakan penguat terencana secara efektif adalah :
a. membatasi
penggunaannya pada tahap awal pengembangan perilaku yang kompleks
b. merencanakan
menggunakan stimuli diskriminatif
c. merencanakan
kemunculan penguat alamiah
d. secara
bertahap menghilangkan penguat terencana saat perilaku meningkat.
Pemilihan Waktu
Penguatan
Kesalahan pemilihan waktu (mistiming) dalam pemberian penguatan juga terjadi dengan pemberian
materi belajar yang atraktif atau membuang waktu. Hal yang penting dalam
perencanaan penguatan adalah menghindari penggunaan penguat secara berlebihan.
Masalah
dalam Kontrol Aversif
Kontrol kelas sering mencakup penggunaan aversif
maupun penarikan penguatan positif. Tujuan pendidikan adalah untuk memperkuat
perilaku, bukan menekannya. Selain itu, penggunaan stimuli aversif sebagai
penguat negative dan akan menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan.
Praktik ini menyebabkan reaksi emosional yang tidak diharapkan.Efek samping
emosional mencakup apati,cemas, marah dan jengkel. Namun, teguran dapat efektif
digunakan jika berbentuk teguran halu untuk beberapa perilaku.
Merancang Pembelajaran untuk
Keterampilan yang Kompleks
Penempatan pembelajar dalam satu set kontingensi
terminal adlaah situasi dimana pelajar dibiarkan melakukan kegiatan trial-error
untuk menemukan keterampilan yang dibutuhkan untuk berhasil. Dalam latar
sekolah, denga praktik “tugas dan tes”, siswa diminta untuk menulis makalah
tanpa mengajari mereka keterrampilan pendukung.
Membentuk Perilaku
Manusia
Mengembangkan
keterampilan yang kompleks dalam kelas melibatkan unsure-unsur penting yaitu:
a. memicu
respons
b. menguatkan
peningkatan atau perbaikan yang halus dalam perilaku
c. menyediakan
transfer control stimulus secara bertahap
d. menjadwalkan
penguatan sehingga rasio penguatan dan respon perlahan meningkat.
Langkah pertama dalam perencanaan pembelajaran untuk
membentuk perilaku adalah: menspesifikasikan dengan jelas perilaku yang hendak
dipelajari. Langkah kedua yaitu mengidentifikasi keterampilan awal dari
pelajar. Langkah ketiga adalah memprogram mata pelajaran dengan langkah
terstruktur.
Brown (1994) mencatat bahwa pengkondisian berpenguat
menimbulkan pemudaran (fading) dan
perancahan (scaffolding) yaitu
dukungan yang diberikan pada siswa pada tahap awal belajar.
Skinner banyak berkontribusi dalam dunia pendidikan.
Salah satunya alat mekanis yang disebut mesin pengajaran yang dikembangkan oleh
Skinner untuk mengajarkan mata pelajaran yang terprogram. Alat mekanis ini
kemudian berkembang menjadi komputer. Komputer memang sanagt membantu para
pengajar untuk mentransfer materi, tetapi Skinner memberikan rambu-rambu untuk
hal ini. Banyaknya animasi yang bisa digunakan untuk memperindah materi dapat
berakibat buruk bagi siswa karena hal ini bisa mengalihkan perhatian siswa dari
belajar.
Dalam Skinnerian dibahas pula
karakteristik pemelajar yang diartikan sebagai perilaku tertentu yang dibawa
siswa ke situasi belajar, dan karakteristik itu mungkin mempengaruhi perolehan
perilaku baru. Karakteristik-karakteristik tersebut bisa dibagi menjadi 3 hal,
yaitu perbedaan individual, kesiapan belajar serta motivasi. Dimulai dari
perbedaan individual, menurut Skinner (1953), perbedaan individual dalam
perilaku siswa berasal dari: genetik dan sejarah penguatan tertentu. Perilaku
individu yang mengalami retardasi mental misalnya, adalah hasil dari warisan
genetik. Namun program yang terencana dapat mengembangkan keterampilan baru
(Skinner). Kemudian yang kedua adalah kesiapan belajar yang bisa
diinterpretasikan sebagai level usia atau kematangan yang sebenarnya tidak bisa
menentukan secara pasti ada atau tidaknya keterampilan yang penting (Skinner,
1953). Dan yang terakhir adalah
motivasi. Perilaku yang mengilustrasikan minat, antusiasme, apresiasi atau
dedikasi, dimasukkan dalam deskripsi motivasi. Siswa yang rajin dan
bersemangat, siswa yang menikmati membaca buku, dan ilmuwan yang berjam-jam
bekerja di laboraturium, semuanya dikatakan memiliki motivasi atau termotivasi
( Skinner, 1968).
Perilaku tertentu yang biasanya
diidentifikasi dengan pemikiran harus dianalisis dan diajarkan (Skinner).
Perilaku menurut Skinner juga bersifat tertutup atau tersembunyi (covert);
perilaku itu adalah kejadian privat yang tidak dapat dilihat. Termasuk
didalamnya adalah: (a) me-review fitur dari masalah tertentu atau menghitung
jawaban matematika di dalam hati dan (b) visualisasi masalah atau situasi di
‘mata pikiran’ (penglihatan tersembunyi).
Berkaitan dengan prilaku, menurut
Skinner prilaku dikelas juga merupakan produk dari kontingensi yang terus
berlangsung dan kompleks, mencakup situasi dimana guru dan murid saling
memperkuat baik secara positif maupun negarif.
Contohnya, siswa yang tidak diberi reinforce negatif oleh temannya
karena menjawab pertanyaan guru dan mendapat penguatan pula dari sang guru,
siswa tersebut akan berusaha sesering mungkin menjawab pertanyaan. Dan jika
guru hanya memanggil siswa yang mengacungkan tangan, siswa akan mengacungkan
tangan. Demikian pula guru yang diperkuat oleh jawaban yang benar akan
memanggil siswa yang tangannya diacungkan. Namun, guru yang diperkuat oleh
jawaban yang salah akan melakukan kontrol aversif, dan mereka biasanya memanggil siswa yang
tidak mengacungkan tangannya. Maka dari itu dalam merancang lingkungan kelas
untuk memodifikasi perilaku harus mempertimbangkan karakteristik penguatan
timbal balik dari latar sosial.
Skinner juga mengajarkan konsep
pemecahan masalah yang secara formal didefinisikannya sebagai setiap perilaku
yang melalui manipulasi variabel-variabel, menyebabkan kemunculan solusi lebih
dimungkinkan.
Guru kelas dapat menggunakan
teknologi Skinner dengan 3 cara, yakni:
1. Menggunakan
stimuli diskriminatif dan penguatan dalam interaksi di kelas secara tepat
2. Mengimplementasikan
langkah-langkah pembentukan di dalam pengajaran
3. Menyusun
materi pengajaran yang diindividualisasikan
Salah
satu aplikasi penting dari teknologi Skinner adalah mengembangkan iklim kelas
yang positif. Skinner (1973) mencatat bahwa pendekatan yang jelas, seperti
keegasan tindakan, mungkin diperlukan dalam kelas yang sangat ribut. Namun,
guru dapat membuat transisi dari hukuman ke penguatan positif dengan satu
perubahan sederhana-dengan merespon kesuksesan siswa. daripada menunjukan apa
kesalahan siswa, lebih baik tunjukkanlah apa yang telah mereka lakukan dengan
benar. Hasilnya menurut Skinner, akan berupa situasi kelas yang membaik dan
pembelajaran yang lebih efisien.
Ternyata
ada beberapa pihak yang mengkritik prinsip Skinner. Yang dikritik adalah
teknologi untuk analisis eksperimental atas perilaku manusia yang kompleks
masih belum lengkap. Beberapa siswa merespons dengan baik dalam situasi yang
sangat terstruktur di mana tujuan dan langkah yang mesti diambil
dispesifikasikan dengan jelas. Tetapi siswa lainnya diperkuat oleh kesempatan
untuk melakukan eksplorasi sendiri dan mengaitkan ide-ide tanpa petunjuk
eksternal. Prosedur untuk mengidentifikasi perbedaan ini dan perbedaan lainnya
dalam berbagai macam penguatan potensial masih belum dikembangkan.